Dakwah dan Pencerahan Ummat

SMP MUTIARA

SMP MUTIARA
Tampilkan postingan dengan label TABLIGH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TABLIGH. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 08 Maret 2014

GHIBA

GHIBA


عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ بْنِ الْجَرَّاحِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ يَخْرِقْهَا قَالَ أَبُو مُحَمَّد يَعْنِي بِالْغِيبَةِ
Dari Abu 'Ubaidah bin Al Jarrah ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Puasa adalah tameng selama ia belum melubanginya." Abu Muhammad berkata, "Yaitu dengan menggunjing orang lain."
Ghibah atau menggunjing adalah menyebutkan sesuatu  yang terdapat pada saudaranya ketika ia tidak hadir dengan sesuatu yang benar tetapi tidak disukainya, seperti menggambarkannya dengan apa yang dianggap sebagai kekurangan menurut umum untuk meremehkan dan menjelekkan. Maksud saudaranya di sini adalah sesama muslim. Pengertian ini didasarkan  dari penjelasan Rasulullah berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya: "Tahukah kamu, apakah ghibah itu?" Para sahabat menjawab; 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Kemudian Rasulullah SAW bersabda: 'Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.' Seseorang bertanya; 'Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan? '  Beliau berkata: 'Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya.'[1]
Sesuatu yang tidak disukai oleh saudara atau orang lain biasanya menyangkut aib berupa kekurangan atau hal-hal negatif yang ada pada dirinya. Tak seorangpun senang aibnya diketahui orang lain. Membeberkan aib seseorang sama halnya mempermalukannya. Semua perbuatan yang membentuk kesan buruk tentang seseorang dan membiarkan orang lain berkesan buruk kepadanya termasuk dalam kategori ghibah. Aisyah pernah menceritakan seorang isteri nabi lainnya di sisi Nabi SAW dan menyebut-nyebut kekurangannya. Kontan beliau bersabda: "Sungguh engkau telah mengghibahnya."[2]
 Pada umumnya manusia tidak suka kekurangan atau hal-hal negatif yang ada pada dirinya menjadi bahan perbincangan publik. An Nawawi memberikan penjelasan tentang hal-hal yang disebut antara lain: keadaan tubuhnya, agamanya, dunianya, dirinya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orang tuanya, isterinya, pembantunya, pakaiannya, gerak-geriknya, raut mukanya, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya.[3] Imam al Ghazali dalam ihya ulumuddin juga berpendapat serupa. Perbincangan pada obyek-obyek tersebut menjadi ghibah bila orang yang diperbicangkan merasa tidak suka.  Perbuatan ghibah bisa dilakukan melalui pembicaraan lisan, tulisan, isyarat, atau dengan bahasa tubuh.
Ghibah dengan pembicaraan lisan bisa terjadi saat berbicara dengan seseorang, sekelompok orang, atau dalam majlis. Ghibah dengan tulisan bisa dilakukan dalam bentuk surat kepada seseorang, tulisan publikasi dalam koran, tabloid, majalah, buku, website, facebook, twitter,  brosur, dll. Ghibah melalui bahasa tubuh bisa dilakukan dengan isyarat, ekspresi wajah, gerakan tubuh tertentu, atau menirukan tingkah laku dan gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-olok.
Dalam kehidupan masyarakat saat ini, ghibah juga dilakukan dengan dukungan media masa sehingga mempunyai efek yang sangat luas. Kita menyaksikan banyak stasiun radio dan televisi menyajikan acara ghibah yang dikemas dengan cara yang menarik, mendapat apresiasi luas dari masyarakat yang dibuktikan dengan rating jumlah penonton yang banyak. Kita juga mudah mendapatkan koran, tabloid, majalah, brosur yang tulisan-tulisannya mengandung ghibah mempunyai tiras besar,  yang berarti banyak dibeli dan dibaca masyarakat. Ghibah kini telah didukung oleh teknologi informasi lainnya yang canggih seperti handphone,  telekonferen, audiostreaming, videostreaming, jejaring sosial facebook, twitter,  dll.
Bagaimana halnya dengan orang yang hanya mendengarkan orang lain ber-ghibah? Mau mendengarnya berarti membiarkan orang lain berbuat mungkar, yakni melanggar larangan Allah ber-ghibah. Rasulullah memerintahkan kita bila melihat kemungkaran hendaknya merubah dengan kekuasaan, lisan, atau hatinya. Yang paling utama dengan kekuasaan. Bila hanya mampu dengan hati, imannya dalam  kondisi yang selemah-lemahnya.
Mampu menghentikan pembicaraan ghibah berarti telah merubah kemungkaran dengan kekuasaan. Menyampaikan bahwa pembicaraan yang terjadi adalah ghibah tetapi tidak bisa menghentikannya adalah merubah dengan lisan. Berlalu dan meninggalkannya adalah bentuk merubah dengan hati. Ikut terlibat di dalamnya meskipun hanya sebagai pendengar berarti ia setuju terhadapnya dan membiarkannya terus berlangsung. Imannya berada dalam kondisi yang lebih buruk dari selemah-lemah iman. Apalagi bila mendengarkannya dilakukan dengan antusias, ia telah berperan dalam menghidupsuburkan ghibah.
Mendengar,  menonton dan membaca  acara maupun tulisan ghibah apalagi sampai  menggemarinya, termasuk pendukung ghibah. Semakin banyak didengar, ditonton dan dibaca orang acara ghibah menjadi semakin subur. Salah satu ciri orang-orang mukmin yang beruntung adalah kemampuannya meninggalkan perbuatan yang sia-sia.[4] Ber-ghibah bukan saja sia-sia, tetapi termasuk perbuatan mungkar yang wajib dihindari dan ditinggalkan.
Allah menggambarkan orang yang ber-ghibah seperti makan bangkai saudaranya yang telah mati. Membicarakan aib, kekurangan, hal-hal negatif pada orang lain berakibat pada matinya karakter seseorang. Sering disebut sebagai “character assasination”. Citra  dirinya menjadi hancur dan mati seperti bangkai akibat ghibah.
Tidak ingin karakter Anda “terbunuh”? Jangan “bunuh” orang lain, apalagi memakan bangkainya!
Wallahu a’lam
Agus Sukaca


[1] Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Darimi
[2] Kitab Ahmad Hadits No 23898
[3] An Nawawi dalam “al Adzkar”
[4] QS 23 (al Mukminun) ayat 3
Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam

Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam

Oleh : Widjdan Al Arifin
 
Hukum Islam memandang harta mempunyai nilai yang sangat strategis, karena harta merupakan alat dan sarana untuk bmemperoleh berbagai manfaat dan mencapai kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu.
               
Hubungan manusia dengan harta sangatlah erat. Demikian eratnya hubungan tersebut sehingga naluri manusia untuk memilikinya menjadi satu dengan naluri mempertahankan hidup manusia itu sendiri. Justru harta termasuk salah satu hal penting dalam kehidupan manusia, karena harta termasuk unsur lima asas yang wajib dilindungi bagi setiap manusia (al-dharuriyyat al-khomsah) yaitu jiwa, akal, agama, harta dan keturunan.
                  
Dalam Al Qur’an terdapat 82 kata harta (al-mal, amwalukum, amwalahum, malukum). Dalam ayat-ayat harta itu menunjukkan harta benda itu meskipun milik/dimiliki perseorangan tetapi berfungsi sosial. Yang harus 
a. Distributif, jangan sampai kepemilikan harta terkonsentrasi ditangan aghniya’. Harta harus disalurkan kepada bidang produktif,sehingga ada kerjasama antara aghniya’ dengan modalnya dia dapat memberi lapangan kerja kepada golongan ekonomi lemah (QS. Al-Hasyr 7) .
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
 
b. Berkembang,
harta itu dirasakan oleh orang banyak sehingga pemilik harta menjauhi sifat tamak dan kikir,dan menggunakan hartanya untuk kepentingan sosial  seperti infaq, zakat dan sodaqoh (QS. Ali Imron 180).
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
c. Efektif 
Harta sebagai modal harus berperan dalam berbagai lapangan produktif yang akhirnya akan tersalur dalam berbagai lapangan usaha secara distributif yang dapat menampung dan menjalankan produktivitas dan efektivitas ekonomi dan menghindari terjadinya penimbunan harta. (QS.Al-Taubah 34)
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
                     Secara umum karakteristik harta dalam Islam adalah :
a. Ilahiyah ,
Titik berangkat kita dalam kepemilikan maupun pengembangan harta kita adalah dari Alloh , tujuannya mencari ridho Alloh dan cara caranya juga tidak bertentangan dengan Syariat Nya. Kegiatan produksi, konsumsi, penukaran dan distribusi diikatkan pada prinsip Ilahiyah dan tujuan Ilahi. Seorang Muslim melakukan kegiatan produksi, disamping memenuhi hajat hidupnya, keluarga dan masyarakatnya juga karena melaksanakan perintah Alloh (QS 67:15).
Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
  
Ketika seorang muslim mengkonsumsi dan memakan dari sebaik-baiknya rizki dan yang halal, ia merasa sedang melaksanakan perintah Alloh (QS 2:168).
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
 
Ia menikmatinya dalam batas kewajaran dan bersahaja, sebagai bukti ketundukannya kepada perintah Alloh(QS.7 :31,32).
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid[534], makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
[534]  Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.
[535]  Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
Ketika ia melakukan usaha,ia tidak akan berusaha dengan sesuatu yang haram, tidak akan melakukan kegiatan riba dan menimbun barang,tidak akan berlaku dholim, tidak akan menipu, mencuri, korupsi, kolusi tidak akan pula melakukan praktik suap menyuap (QS 2 :188).
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.
 
Ketika memiliki harta seorang muslim tidak akan menahannya karena kikir, tidak akan membelanjakannya secara boros ia merasa bahwa hartanya itu milik Alloh dan amanah Alloh untuk dimanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya ,dan dikeluarkan zakatnya.
Dalam pandangan Islam harta bukanlah tujuan, melainkan semata-mata sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi dan sarana penunjang bagi realisasi aqidah dan syariatNya. 
b.Akhlaq
Kesatuan antara kegiatan ekonomi dengan akhlaq ini semakin jelas pada setiap langkah. Akhlaq adalah bingkai bagi setiap aktivitas ekonomi.
Jack Aster pakar ekonomi Perancis menyatakan bahwa Islam adalah sistem hidup yang aplikatif dan secara bersamaan mengandung nilai-nilai akhlaq yang tinggi.
Yusuf Qordhowi menyatakan Ekonomi Islam adalah ekonomi yang mengambil kekuatan dari wahyu Al Qur’an dan karena itu pasti berakhlaq. Akhlaq memberikan makna baru terhadap konsep nilai dan mampu mengisi kekosongan pikiran yang nyaris muncul akibat era industrialisasi. 
c. Kemanusiaan
Ekonomi Islam adalah ekonomi kemanusiaan artinya ekonomi yang memungkinkan kita memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat kejiwaan. Manusia merupakan tujuan antara, kegiatan ekonomi dalam Islam ,sekaligus merupakan sarana dan pelakunya dengan memanfaatkan ilmu yang telah diajarkan oleh Alloh kepadanya dan anugerah serta kemampuan yang diberikanNya. Diantara kegiatan yang menonjol dalam segala aktivitas yang diperintahakan ajaran Islam adalah keadilan, persaudaraan, saling mencinta, saling membantu, dan tolong menolong. Karena harta bukan hanya berkembang dikelompok orang kaya saja (QS.59:7)
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
 Adanya kesadaran bahwa pada setiap harta yang kita miliki ada terdapat hak orang lain (QS.70:24,25)
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
  
yang tecermin dalam pelaksanaan zakat infaq sodaqoh yang dikeluarkan untuk diberikan kepada yang berhak menerima dhuafa’ dan masakin maupun untuk kegiatan fi sabilillah.
                
Beberapa ketentuan Alloh yang tidak diperbolehkan /diharamkan dalam kita mencari  harta, diantaranya adalah :
a.   Adanya Riba, karena hal ini merupakan larangan Alloh
b.   Maisir/perjudian untung untungan
c.   Ketidak adilan.hanya menguntungkan salah satu pihak merugikan pihak lain.
d.   Ghoror, ketidak pastian yang mengandung unsur jahalah (pembodohan), mukhataroh(spekulasi) Qumaar(pertaruhan)
e.   Ghosiy, kecurangan.
f.   Menyalahi hukum Islam misalnya hukum waris..
DAFTAR PUSTAKA.
Abdurrahman Qodir,Dr,1997,Zakat dalam dimensi Mahdiah dan Sosial,Jakarta,PT Raja Grafindo Persada.
KH Didin Hafidhuddin Msc,Dakwah Aktual,Jakarta,Gema Insani Press.
Keputusan Muktamar Tarjih  XXII,1990, Malang.