JAKARTA
— Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang putusan uji materi
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden yang diajukan Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra,
Kamis (20/3/2014) sore. Yusril berharap, setidaknya MK bisa mengabulkan
sebagian permohonannya, yakni mengenai ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Dalam permohonannya ini, Yusril menguji Pasal 3 ayat (4), Pasal 9,
Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 UU Pilpres. Intinya, dia meminta agar
Pemilu 2014 dilaksanakan secara serentak dan presidential threshold
dapat dihapuskan. Yusril menyadari, pelaksanaan Pemilu Legislatif dan
Pemilu Presiden 2014 sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
sehingga pemilu tidak mungkin dilaksanakan secara serentak.
"Dengan memperhatikan dinamika politik terakhir, saya dapat memahami
jika pelaksanaan Pileg dan Pilpres masih dipisah sampai pemilu berikut.
Jadi, Pileg tetap dilaksanakan sesuai rencana Komisi Pemilihan Umum
(KPU) pada tanggal 9 April dan Pilpres tanggal 9 Juli 2014," kata Yusril
melalui pesan singkat.
Namun, Yusril tetap berharap agar MK mempertimbangkan mengenai presidential threshold. Menurut dia, jika dihapuskan, presidential threshold tidak akan berdampak banyak pada penyelenggaraan Pemilu 2014.
"Proses pencalonan presiden dan wakil presiden yang ditolak dalam
permohonan Effendi Gazali (EG) dan saya mohonkan kembali, kiranya dapat
dikabulkan oleh MK. Begitu juga dengan putusan MK yang keliru tentang presidential threshold
dalam permohonan EG, yang oleh MK diserahkan kepada pembuat UU, dapat
dikoreksi," ujar bakal balon presiden Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Sebelumnya, Effendi telah mengajukan permohonan serupa ke MK. Dia
menguji Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14
ayat (2), dan Pasal 112. MK mengabulkan permohonan mengenai pemilu
serentak, tetapi waktu pelaksanaannya
dimulai pada 2019 agar tidak mengganggu pelaksanaan Pemilu 2014 yang sudah berjalan.
Namun, MK menolak mengabulkan Pasal 9 yang mengatur mengenai presidential threshold dan menyerahkannya kembali kepada pembuat undang-undang, yakni DPR dan Presiden.
Dengan dihapusnya presidential threshold itu, menurut Yusril, siapa pun presiden yang terpilih nanti akan lepas dari masalah konstitusionalitas. Yusril menilai presidential threshold bertentangan dengan Undang-Udang Dasar 1945.
"Saya berharap MK akan mengabulkan permohonan saya secara bijak,
walau tidak seluruhnya dikabulkan, bagi saya, tidaklah mengapa. Yang
penting bagi saya adalah, dengan putusan ini, persoalan
konstitusionalitas pelaksanaan Pilpres 2014 terselesaikan. Sehingga
siapa pun nanti yang maju ke Pilpres dan terpilih tidak akan mengalami
persoalan konstitusionalitas dan legitimasi. Dengan cara itu, saya
berharap kita akan memiliki pemerintah yang sah dan konstitusional untuk
membangun dan memajukan bangsa ke depan," pungkas Yusril. (kompas.com)