Dakwah dan Pencerahan Ummat

SMP MUTIARA

SMP MUTIARA
Tampilkan postingan dengan label WANITA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label WANITA. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 Maret 2014

Liputan Ekslusif : Pengalaman Pertama Melahirkan Lewat Operasi Caesar

Liputan Ekslusif : Pengalaman Pertama Melahirkan Lewat Operasi Caesar

Kurang lebih sudah setahun saya menikah tetapi belum juga dianugerahi kehadiran tangis seorang bayi. Sebenarnya kami tidak merencanakan untuk menunda punya anak dalam waktu tertentu. Kapan Allah memberikannya, kami selalu dengan senang hati menyambut kabar gembira itu.

Beranjak tahun kedua pernikahan, kesepian semakin terasa dalam rumah tangga kami. Masih belum ada kabar gembira kehamilan pada saya. Hal ini membuat saya stress terlalu lama untuk menanti. Bahkan terkadang saya berpikir, apa saya mampu untuk menjadi wanita sempurna yang bisa hamil dan melahirkan. Akhirnya saya mencoba untuk sibuk beraktifitas di luar rumah, bahkan sesekali saya ke terapi akupuntur untuk relaksasi sekaligus program diet.

Tepatnya pada bulan Agustus 2010, ketika di cek pada test pack menunjukkan dua garis merah. Alhamdulillah, itu pertanda saya positif hamil. Bahkan saya pun tidak menyadarinya, karena tidak ada perubahan apapun pada fisik maupun emosi saya. Seluruh aliran darah saya mengalir deras bahagia. Saya adalah seorang wanita yang sangat beruntung karena diberkahi dengan kehamilan dan akan dikaruniai seorang anak. Kehadiran sesosok janin di rahim saya merupakan sesuatu yang sudah lama kami tunggu-tunggu. Saya pun memilih untuk berhenti terapi akupuntur dan program diet. Walaupun berat badan saya selalu bertambah,  tetapi saya tetap bahagia dan berusaha menjaga kandungan saya karena banyak keajaiban dan keagungan Allah pada setiap wanita hamil. 

Saya dan suami berusaha menjaga calon bayi kami dengan teratur memeriksakan kehamilan saya ke dokter ahli kandungan. Sekali dalam sebulan, kami selalu mengunjungi dokter langganan saya selama masa kehamilan, dr.Zulmaeta,Sp.OG,KFM di RSIA Andini. Pada awal kehamilan, saya sering merasakan mual dan muntah. Syukurlah, rasa tidak nyaman itu hanya sebentar dan saya kembali ceria. Bahkan nafsu makan saya meningkat drastis. 

Ketika usia kehamilan saya memasuki bulan ke-7, dan saat itu dokter menyatakan bahwa posisi calon bayi kami sungsang. Dokter menyarankan kepada saya untuk rajin berjalan kaki di pagi hari dan waktu sholat, sujudnya dilamakan. Tiba di rumah, saya langsung terdiam. Berharap saya dapat menjalankan persalinan dengan normal walau calon bayi dalam keadaan sungsang. “Manusia berusaha dan berdo’a dan semua serahkan hanya kepada Allah.” Hanya kata-kata itu yang dapat menguatkan saya. 
Awal usaha saya, dengan berjalan kaki pergi ke pasar pada pagi hari. Semula terasa nyaman, tapi ketika esok harinya saya ulang kembali terasa sangat melelahkan. Dan akhirnya saya memilih untuk istirahat di rumah. Suami saya lah yang selalu memberikan semangat untuk tetap berjalan pagi setiap hari agar posisi si janin kembali bagus dan saya  pun dapat melahirkan dengan normal. 

Waktu sujud mulai saya perbanyak dan berjalan kaki di pagi hari pun saya kerjakan, walau kadang timbul rasa malas karena lelah. Di setiap hari sabtu, saya mengikuti senam hamil. Semua sudah saya kerjakan meskipun kurang maksimal, tapi paling tidak saya sudah berusaha.

Di usia kehamilan 8 bulan, saya kembali cek rutin ke dokter. Masih dengan kata yang sama, bahwa posisi calon bayi sungsang. Dokter pun menyimpulkan, di usia kehamilan saya yang sudah mendekati kematangan (9 bulan) sulit posisi bayi untuk kembali normal. Dan solusinya adalah menjalankan persalinan melalui operasi caesar. Menuju perjalanan pulang ke rumah, saya berbicara dalam hati sambil mengusap perut seolah-olah saya mencurahkan isi hati dengan si janin. 

“Anakku…Bila Umi boleh memilih apakah Umi harus operasi caesar atau Umi harus berjuang melahirkanmu. Maka Umi memilih berjuang melahirkanmu. Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu, adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga.” 

Lagi-lagi saya berjalan kaki setiap pagi, sesekali suami ikut menemani. Detak jantung saya semakin berdebar membayangkan perjuangan saya menuju final tinggal satu bulan lagi. Tapi tetap saja saya tidak sanggup melakukannya terus-menerus. Karena lelah dan sesak, dengan perut yang semakin hari semakin membesar. Di tambah dengan posisi janin dalam keadaaan sungsang, membuat perut bagian atas saya sering terasa nyeri.

Masa trisemester terakhir pun mulai berakhir, itu pertanda usia kehamilan saya sudah masuk 9 bulan. Perut saya semakin membuncit, gerak si janin pun semakin terasa. Seperti biasanya, setiap bulan saya cek ke dokter ahli kandungan. Namun kali ini, saya mencoba untuk berpaling dengan beberapa dokter. Yaitu dr. Kharul Anwar, Sp.OG di RS. Syafira dan dr.Emdahril, Sp.Og di RSIA Eria Bunda. Karena saya ingin lebih yakin dengan persalinan normal atau operasi caesar bagi calon bayi dalam posisi sungsang. 

Semua dokter yang saya kunjungi memberikan saran yang sama, melalui operasi caesar lah yang terbaik. Karena dilihat dari beberapa faktor, posisi janin yang sungsang, berat janin sudah 3,7 kg dan saya yang riwayat menderita asma. Dan dokter menyarankan untuk segera melalukan operasi caesar sebelum pecah ketuban. Agar tidak terjadinya emergency pada saya dan juga calon bayi kami.

Sejak saat itu, tidur saya mulai terasa tidak nyaman. Bercampur aduk yang saya rasakan, gelisah, takut, sedih, dan resah membayangkan proses operasi. Karena saya belum pernah mengalami operasi, hanya mendengar cerita dari orang lain bagaimana proses operasi yang menyeramkan. Astaghfirullah, tak henti-hentinya saya melafazkan kalimat Allah. Memohon petunjuk dan perlindungan dari-Nya.

Akhirnya waktu yang ditunggu datang juga, tepat nya pada hari selasa tanggal 5 April 2011. Dari subuh saya sudah berpuasa, karena dokter menyarankan seperti itu sebelum operasi. Pukul 08.00 WIB, dengan langkah bismillah saya dan juga keluarga menuju rumah sakit persalinan RSIA Eria Bunda. Selama perjalanan menuju RSIA saya berusaha menenangkan hati dengan bersenda gurau bersama keluarga.

Sampai di RSIA Eria Bunda, suami saya langsung mengurus administrasi dan saya pun langsung di periksa ke UGD. Mulai dari tensi, detak jantung janin dan pemeriksaan yang lainnya. Setelah itu saya masuk ke kamar pasien, keluarga pun ikut setia menemani. Lanjut sekitar jam 10.00 WIB, suster masuk ke kamar dan menyuruh saya untuk memakai baju pasien. Setelah itu suster memeriksa kembali detak jantung janin dan ambil sampel darah saya. 

Detak jantung saya mulai tidak beraturan, ketakutan pertama yang saya hadapi yaitu memasang infus. Masya Allah sakit, ingin rasanya menangis. Lumayan lama untuk memasang infus karena pembuluh darah saya sulit ditemukan. Alhamdulillah, dengan dibantu suster yang satunya lagi, pembuluh darah dapat ditemukan dan infus pun mulai dipasang. Setelah itu, saya dipindahkan ke tempat tidur dorong. 

Proses kedua memasang selang urine (kantong kencing), kali ini tidak seberapa sakitnya. Selanjutnya pukul 11.00 saya mulai di bawa ke lantai 4, suami dan keluarga ikut menemani saya. Namun langkah mereka terhenti hanya di depan pintu saja, karena tidak ada yang boleh masuk selama proses operasi. Dan saat itu lah saya meneteskan air mata merasakan sendiri berjuang dalam petarungan hidup dan mati mengharap ridho Illahi. 

Di ruang operasi saya hanya di temani dengan 2 perawat dan 3 dokter. Hal yang pertama dilakukan dokter yaitu anastesi alias pembiusan. Kali ini rasa sakit begitu sangat karena badan saya tiba-tiba disuntik tepat di tulang belakang. Selang beberapa menit, dokter anastesi bertanya, “Bu, kakinya terasa makin membesar?” Saya pun coba untuk mengangkat kaki, ternyata sudah tidak terasa seperti hilang. Tidak lama setelah itu, leher saya disangga dengan besi yang diberi kain untuk menutupi saya agar tidak dapat melihat proses operasi.

Salah satu perawat berbisik dengan saya, “Ibu, banyak berdo’a ya. Bedah nya segera dimulai”

Saat itu pun saya membaca bismillah, dan menyerahkan segalanya kepada Allah. Sambil bertasbih, saya mendengar bunyi sayatan. Tidak lama badan saya terasa seperti kapal yang digoyang ke kiri ke kanan karena dokter sulit untuk mengeluarkan calon bayi saya. Alhamdulillah, beberapa menit kemudian saya mendengar suara tangisan bayi. Sosok bayi yang saya tunggu selama 9 bulan ini. Pukul 12.14 WIB, saat itulah saat yang paling membahagiakan, segala sakit dan derita yang saya rasakan di awal semua nya sirna. Putri cantik dan sehat yang saya rindui selama ini telah hadir dalam kehidupan kami. Dan ia pun kami berinama “Ilmira Zahrani Sakina”.

Pukul 12.25 WIB, operasi selesai dan saya pun didorong kembali memasuki kamar ICU untuk pemulihan bius. Selama kurang lebih 3 jam di ruang ICU saya dapat miring kanan kiri dan angkat kaki. Sekitar jam 4 sore, saya masuk kembali ke kamar ruang inap pasien. Dan Zahra, putri kecil kami, dibawa ke kamar untuk pertama kalinya bertemu dengan saya ibunya. Subhanallah, rasanya luar biasa kebahagian yang kami rasakan. 

Penulis : Shofia Maghfiroh

Shofia Maghfiroh dan keluarga