Pertanyaan:
Assalamu alaikum. Wr. Wb.
Seorang
teman pernah mengajak saya untuk ikut pengajian di salah satu pondok
pesantren di Ploso Jombang. Namun saya tidak bersedia karena menurut
saya banyak hal yang dipelajari tidak sesuai dengan hati saya. Di
antaranya:
1. Sebelum mengikuti ajaran di pondok pesantren tersebut harus mengikuti proses baiat
2. Doa-doa yang diajarkan dicampur aduk dengan bahasa Indonesia (Jawa)
3. Di rumahnya dipasang jimat (rajah)
4. Bukunya tidak boleh dipelajari oleh sembarang orang
Pertanyaan saya:
Apakah
hukumnya kita memakai jimat (rajah)? Apakah benar ada ajaran Islam yang
disembunyikan (hanya diajarkan pada orang-orang tertentu)?
Terima kasih.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Jawaban:
A. Jimat atau dalam bahasa arab disebut dengan tamimah, bentuk jamaknya adalah tama’im
yaitu sesuatu yang digantungkan di leher atau pada selainnya berupa
mantra-mantra, kantong berjahit, rajah atau tulang dan yang lainya,
dengan tujuan untuk mendatangkan manfaat atau untuk menolak madharat.
Semakna dengan definisi di atas, tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak sebagai penangkal penyakit ‘ain
(penyakit karena pandangan mata orang lain yang dengki), dan terkadang
juga dikalungkan pada orang-orang dewasa termasuk para wanita.
عَنْ
أَبِي بَشِيْرٍ الأَنْصَارِىِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ مَعَ
النَّبِيِّ صَلِّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى بَعْضِ أَسْفَارِهِ
فَأَرْسَلَ رَسُوْلًا أَنْ لَا يَبْقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيْرٍ
قِلاَدَةٌ مِنْ وَتَرٍ أَوْقِلَادَةٌ إِلَّا قُطِعَتْ [متفق عليه]
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Basyir al-Anshari ra, bahwa dia pernah bersama Rasulallah saw dalam satu perjalanan beliau. Lalu beliau mengutus seorang utusan (untuk mengumumkan): “Supaya tidak terdapat lagi di leher unta kalung (jimat) dari tali busur panah atau kalung apapun, kecuali harus diputuskan.” [Muttafaq Alaih]
Tamimah ada dua macam, yaitu tamimah yang diambil dari al-Qur’an dan tamimah yang diambil selain dari al-Qur’an.
1. Tamimah yang diambil dari al-Qur’an
Yaitu
menulis ayat-ayat al-Qur’an atau asma’ dan sifat Allah kemudian
dikalungkan di leher untuk memohon kesembuhan dengan perantaranya. Para
ulama berbeda pendapat tentang hukum mengalungkan tamimah jenis ini, akan tetapi pendapat yang benar adalah diharamkan. Hal ini didasarkan pada tiga hal:
a. Keumuman larangan Nabi saw serta tidak ada dalil yang mengkhususkannya
b. Untuk tindakan prefentif (saddu adz-dzari’ah), karena hal itu menyebabkan dikalungkannya sesuatu yang tidak dibolehkan
c. Bahwasannya
jika ia mengalungkan sesuatu dari ayat al-Qur’an, maka hal itu
menyebabkan pemakaiannya menghinakan, misalnya dengan membawanya untuk
buang hajat, istinja’ atau yang lainnya.
Adapun
menggantungkan tulisan ayat al-Qur’an, asma’ dan sifat Allah untuk
tujuan perhiasan atau agar untuk dibaca ketika melihatnya, misalkan di
dinding rumah, di pintu, atau di kendaraan, maka hal itu diperbolehkan.
2. Tamimah yang diambil selain dari Al-Qur’an
Yaitu
mengalungkan atau meletakkan jimat atau mantra di leher atau di tempat
yang lain, dengan meyakini bahwa jimat atau mantra tersebut dapat
memberikan manfaat atau menolak madharat. Bentuk-bentuk jimat
atau mantra tersebut di antaranya; kantong berjahit, tulang, benang,
rumah kerang, batu akik, mantra-mantra jawa, atau ayat-ayat al-Qur’an
yang sudah dibolak-balik sehingga maknanya tidak jelas, dan bentuk-
bentuk lain yang serupa fungsinya.
Tamimah jenis kedua ini juga diharamkan dan termasuk syirik karena menggantungkan kepada selain Allah. Hal ini berdasarkan dalil-dalil dari nash, di antaranya adalah:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar.” [QS. an-Nisa’: 48]
عَنْ
عُقْبَةَ بْنِ عَاِمرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ جَاءَ فِي رَكْبٍ
عَشْرَةٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعَ
تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَقَالُوْا: مَاشَأْنُهُ؟
فَقَالَ: ِإنَّ فِي عَضُدِهِ تَمِيْمَةً فَقَطَعَ الرَّجُلُ التَّمِيْمَةَ
فَبَايَعَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ "مَنْ عَلَّقَ فَقَدْ أَشْرَكَ". [رواه أحمد والحاكم]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Uqbah bin Amir ra, ada sepuluh orang lelaki datang menghadap
Rasulallah saw dengan mengendarai kendaraan. Lalu Rasulullah membaiat
sembilan orang di antara mereka, sedang yang satu tidak dibaiat. Para
sahabat kemudian bertanya: “Ya Rasulullah mengapa yang satu orang itu
tidak dibaiat?” Jawab Rasulullah: “Sebab di lengannya terdapat jimat.”
Kemudian lelaki itu melepas jimatnya, dan Rasulullah pun membaitnya.
Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa memakai jimat maka dia
telah musyrik.” [HR. Ahmad dan al-Hakim]
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى
امْرَئَتِهِ وَفِي عُنُقِهَا شَيْءٌ مَعْقُوْدٌ فَجَذَبَهُ فَقَطَعَهُ
ثَمَّ قَالَ لَقَدْ أََصْبَحَ آلُ عَبْدِ اللهِ أَغْنِيَاءَ أَنْ
يُشْرِكُوْا بِاللهِ مَالمَْ يُنزِْلْ بِهِ سُلْطَانًا ثُمَّ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ إِنَّ الرُّقَي وَالتَّمَائِمَ
وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ [رواه ابن حبان والحاكم و قال صحيح الا سناد]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra, sesungguhnya dia menemui istrinya, didapati istrinya mengenakan sesuatu (kalung) yang diikat di lehernya. Lalu Abdullah bin Mas’ud menarik dan memotongnya. Kemudian berkata: “Sungguh keluarga Abdullah tidak butuh berbuat syirik kepada Allah, dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjahnya”, kemudian berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya ruqyah (yang mengandung unsur syirik), tamimah dan tiwalah (sesuatu yang digunakan perempuan untuk membuat suaminya tertarik untuk mencintainya) adalah syirik”. [HR. Ibnu Hibban dan al-Hakim, dia mengatakan hadits ini adalah shahih sanadnya]
عَنْ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلَا أَتَمَّ اللهُ لَهُ [رواه أحمد]
Artinya: “Diriwayatkan dari Uqbah ibn Amr, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa menggantungkan tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya.” [HR. Ahmad]
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُكَيْمٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ [رواه أحمد والترمذي]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Ukaim, barangsiapa menggantungkan sesuatu barang (dengan anggapan bahwa barang itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya Allah menjadikan dia selalu bergantung kepada barang tersebut.” [HR. Ahmad dan at-Tirmidzi]
عَنِ
اْلحَسَنِ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ : أَنَّهُ رَأَى فِي يَدِ رَجُلٍ
حَلَقَةً مِنْ صَفْرٍ فَقَالَ : ( مَا هَذِهِ ؟ ) قَالَ مِنَ اْلوَاهِنَةِ
قَالَ : أَمَّا إِنَّهَا لاَ يَزِيْدُكَ إِلاَّ وَهْنًا وَإِنَّكَ لَوْ
مُتَّ وَأَنْتَ تَرَى أَنَّهَا تَقِعُكَ لمت على غير الفطرة [رواه الطبرنى]
Artinya: “Diriwayatkan dari al-Hasan dari ‘Imran ibn Hushain, bahwasanya Nabi saw melihat di tangan seorang laki-laki ada sebuah tali (gelang) dari kuningan. Beliau bertanya: ‘Apakah ini?’ Laki-laki itu menjawab: Ini (untuk menghindarkan) dari penyakit yang melemahkan. Nabi saw bersabda: Sesungguhnya (dengan gelang itu) tidak akan bertambah bagimu kecuali penyakit lemah (wahn). Dan sesungguhnya jika engkau mati engkau akan tahu bahwa memakai gelang itu akan membuat engkau mati tidak dalam keadaan suci.” [HR. Ath-Thabrani]
B. Tidak benar jika dikatakan ada ajaran Islam yang disembunyikan (hanya diajarkan pada orang-orang tertentu), karena salah satu sifat Nabi Muhammad saw adalah tabligh (menyampaikan), yaitu menyampaikan semua apa yang datang dari Allah berupa wahyu/ al-Qur’an:
Artinya: “Hai
Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [QS. al-Maidah (5) :67]
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami
turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah
kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab (al-Qur’an), mereka
itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat
mela'nati.” [QS. al-Baqarah (2) :159]
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً [رواه البخاري]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr ra bahwa Rasulullah saw bersabda: "Sampaikanlah dariku meskipun hanya satu ayat".” [HR. al-Bukhari]
Demikian
jawaban dari kami. Selanjutnya, kami menyarankan agar berhati-hati
dalam memilih Pondok Pesantren atau lembaga keagamaan lain sebagai
tempat belajar agama, agar tidak terjerumus kepada ajaran yang
menyimpang dari Islam.
Wallahu a’lam bi sh-shawab. *putm)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah