Pertanyaan:
Seseorang
meninggal dunia, dengan meninggalkan seorang isteri, 3 orang saudara
laki-laki sekandung, 2 orang saudara perempuan sekandung dan 2 orang
anak angkat. Harta peninggalannya berupa sebuah rumah yang
diwarisi dari orang tuanya, bukan harta yang diperoleh dari usahanya
selama perkawinan dengan isterinya. Bersama ini kami mohon fatwa
tentang:
1. Siapa saja yang berhak mendapat bagian harta warisan?
2. Berapa bagian dari masing-masing ahli waris yang berhak rnenerima?
3. Bagaimana zakatnya?
Jawaban:
Sebelum sampai kepada jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saudara, perlu kiranya kami sampaikan:
1. Berdasarkan
keterangan dalam pertanyaan saudara, maka dapat disimpulkan bahwa harta
tersebut termasuk harta bawaan dari suami, sehingga dalam pembagian
harta warisan tersebut, tidak diberlakukan sebagai harta gono gini.
2. Sebagaimana
telah sering kami kemukakan dalam jawaban tentang pembagian warisan,
bahwa harta peninggalan sebelum dibagi kepada para ahli waris yang
berhak menerima, terlebih dahulu harus dikeluarkan untuk biaya perawatan
jenazah, yang meliputi biaya memandikan, mengkafani dan menguburkannya,
serta untuk membayar hutang jika ada, baik hutang kepada Allah seperti
rnembayar zakat atau membayar nadzar yang belum dibayarkan dikala
pewaris masih hidup maupun hutang kepada sesama manusia, dan menunaikan
wasiat jika dikala hidupnya pernah berwasiat dan belum dilaksanakan.
Setelah itu semua dilaksanakan, baru harta peninggalan menjadi harta
warisan yang dibagikan kepada para ahli waris yang berhak menerima.
Berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan saudara, kami berikan jawaban sebagai berikut:
Pertama: Tentang kedudukan masing-masing dari orang-orang yang disebutkan dalam pertanyaan, yaitu:
1. Kedudukan Anak Angkat
Dalam al-Qur’an dijelaskan:
... وَمَا
جَعَلَ أَدْعِيَآءَكُمْ أَبْنَآءَكُمْ ذَالِكُمْ قَوْلُكُمْ
بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ.
اُدْعُوْهُمْ لِأَبَآئِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللهِ فَإِنْ لَّمْ
تَعْلَمُوْا ءَابَآءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْ. [الأحزاب (33): 4-5].
Artinya: “… dan
Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu
(sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan
Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah
mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka;
itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui
bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu
seagama dan maula-maulamu (hamba sahaya yang sudah dimerdekakan) …” [QS. al-Ahzab: (33): 4-5].
Dari
ayat al-Qur’an di atas, diperoleh ketegasan bahwa anak angkat tidak
boleh didaku dan disamakan sebagai anak kandung, sehingga dalam
pembagian harta warisan, anak angkat yang tidak memiliki hubungan nasab
atau hubungan darah dengan orang tua angkatnya tidak dapat saling
mewarisi. Dengan kata lain anak angkat tidak mewarisi harta warisan yang
ditinggalkan oleh orang tua angkatnya, demikian pula sebaliknya orang
tua angkat tidak mewarisi harta warisan anak angkatnya.
Namun,
dalam Kompilasi Hukum Islam kedudukan anak angkat dalam pembagian harta
warisan disebutkan sebagai penerima wasiat; sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 209 ayat (2): “Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 harta orang tua angkatnya”.
Atas
dasar ketentuan tersebut, maka jika dua orang anak angkat sebagaimana
yang disebutkan dalam pertanyaan ini, tidak menerima wasiat dari orang
tua angkatnya, maka ia berhak menerima wasiat wajibah sebanyak-banyaknya
1/3 dari harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tua angkatnya.
2. Isteri (jandanya)
Dalam al-Qur’an dijelaskan:
وَلَهُنَّ
الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ
كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ
وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ. [النساء (4): 12].
Artinya: “Para
isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat
yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.” [QS. an-Nisa’ (4): 12].
Sehubungan
dengan pertanyaan saudara, maka isteri memperoleh seperempat harta
warisan, karena suaminya yang meninggal dunia tidak mempunyai anak.
3. Tiga orang saudara laki-laki sekandung dan dua orang saudara perempuan sekandung.
Dalam Hukum Waris Islam, mereka secara bersama-sama kedudukannya sebagai ‘ashabah bil ghair, yakni
mereka secara bersama-sama mewarisi seluruh harta warisan setelah
diambil untuk ahli menerima bagian warisan tertentu dan wasiat, yang
dalam hal ini ialah setelah dikurangi dengan bagian isteri (jandanya)
dan wasiat wajibah yang diberikan kepada dua orang anak angkatnya.
Dalam
membagi harta warisan antara saudara laki-laki sekandung dan saudara
perempuan sekandung berlaku ketentuan bagian seorang saudara laki-laki
sekandung sama dengan bagian dua orang saudara perempuan sekandung,
berdasarkan firman Allah:
وَإِنْ كَانُوْا إِخْوَةً رِجَالاً وَنِسَآءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ اْلأُنْثَيَيْنِ. [النساء (4): 176].
Artinya: “Dan
jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan
perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua
orang saudara perempuan.” [QS. an-Nisa’ (4): 176].
Kedua: Tentang bagian anak angkat dan masing-masing ahli waris:
Setelah
diketahui kedudukan anak angkat dan masing-masing ahli waris, baru
dilakukan perhitungan dalam pembagian harta warisannya. Misalnya harta
warisan yang berupa sebuah rumah itu merupakan harta warisan yang sudah
siap dibagi, dalam arti tidak lagi dibebani dengan biaya perawatan
jenazah, hutang dan wasiat; dan dimisalkan dihargai dengan Rp.
l00.000.000,- (seratus juta rupiah), maka pembagiannya adalah sebagai
berikut:
Diperhitungkan bagian masing-masing.
1. Wasiat wajibah untuk dua orang anak angkat = 1/3
2. Isteri (jandanya) = 1/4
Asal Masalah = 12
3. Tiga orang saudara laki-laki sekandung dan
dua orang saudara perempuan sekandung = ‘ashabah bil ghair
Dengan demikian maka bagian masing-masing:
1. Wasiat wajibah untuk dua orang anak angkat = 1/3 x 12 = 4
2. Isteri (jandanya) = 1/4 x 12 = 3
3. Tiga orang saudara laki-laki sekandung dan
dua orang saudara perempuan sekandung = 12 – (4 + 3) = 5
Harga per bagian = Rp. 100.000.000,- : 12 = Rp. 8.333.333,-
Bagian harta warisan masing-masing, adalah:
1. Wasiat wajibah untuk dua orang anak angkat = 4 x Rp. 8.333.333,-
= Rp. 33.333.332,-
2. Isteri (jandanya) = 3 x Rp. 8.333.333,-
= Rp 24.999.999,-
3. Tiga orang saudara laki-laki sekandung dan
dua orang saudara perempuan sekandung = 5 x Rp. 8.333.333,-
= Rp. 41.666.665,-
Bagian untuk masing-masing saudara laki-laki sekandung dan saudara perempuan sekandung, dihitung sebagai berikut:
1. Tiga orang saudara laki-laki sekandung = 3 x 2 = 6
2. Dua orang saudara perempuan sekandung = 2 x 1 = 2
Jumlah = 8
Harga per bagian Rp. 41.666.665,- : 8 = Rp. 5.208.333,-
Bagian harta warisan untuk masing-masing:
1. Tiga orang saudara laki-laki sekandung = 6 x Rp. 5.208.333,-
= Rp 31.249.998,-
Jadi bagian seorang saudara laki-laki sekandung
= Rp. 31.249.998,- : 3 = Rp. 10.416.666,-
2. Dua orang saudara perempuan sekandung = 2 x Rp. 5.208.333,-
= Rp. 10.416.666,-
Jadi bagian seorang saudara perempuan sekandung
= Rp. 10.416.666,- : 2 = Rp. 5.208.333,-
Ketiga: Tentang zakat dari bagian dari harta warisan.
Menurut
hemat kami zakat uang dipersamakan dengan zakat emas, baik nishab, haul
dan kadarnya. Nishab untuk zakat emas, yakni 85 gram emas murni, sedang
haulnya harta tersebut telah tersimpan selama 1 tahun dan kadarnya 2,5
%. OIeh karena itu jika bagian harta warisan tersebut memang sudah
mencapai harga emas murni seberat 85 gram, sudah tersimpan sampai dengan
1 tahun maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %. Namun jika belum
atau tidak memenuhi ketentuan-ketentuan pada zakat emas tersebut, belum
atau tidak terkena kewajiban zakat. Sekalipun demikian diajarkan dalam
al-Qur’an agar orang yang menerima bagian harta warisan untuk
bershadaqah terutama kepada sanak kerabat yang tidak menerima bagian
harta warisan, anak yatim dan orang miskin yang melihat atau menyaksikan
secara langsung pembagian harta warisan tersebut. Allah berfirman:
وَ
إِذَا حَضَرَ اْلقِسْمَةَ أُوْلُوْا اْلقُرْبَى وَاْليَتَامَى
وَاْلمَسَاكِيْنُ فَارْزُقُوْهُمْ مِنْهُ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلاً
مَّعْرُوْفًا. [النساء (4): 8].
Artinya: “Dan
apabila sewaktu pembagian warisan itu hadir kerabat, anak yatim dan
orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.” [QS. an-Nisa’ (4): 8].
Wallahu a‘lam bish-shawab. *dw)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar